Minggu, 26 Februari 2017

BAB 1 : Pengetahuan Tentang Diri ( KIMIA KEBAHAGIAAN ) - Imam Al Ghazali

Kata Pengantar 

Ketahuilah, bahwa manusia tidak diciptakan secara main-main atau sembarangan. Ia diciptakan dengan sebaik-baiknya dan demi suatu tujuan agung. Meskipun bukan merupakan bagian Yang Kekal, ia hidup selamanya; meski jasadnya rapuh dan membumi, ruhnya mulia dan bersifat ketuhanan. Ketika, dalam tempaan hidup zuhud, ia tersucikan dari nafsu jasmaniah, ia mencapai tingkat tertinggi; dan sebaliknya, dari menjadi budak nafsu angkara, ia memiliki sifat-sifat malaikat. Dengan mencapai tingkat ini, ia temukan surganya di dalam perenungan tentang Keindahan Abadi, dan tak lagi pada kenikmatan-kenikmatan badani. Kimia ruhaniah yang menghasilkan perubahan ini dalam dirinya, seperti kimia yang mengubah logam rendah menjadi emas, tak bisa dengan mudah ditemukan. Untuk menjelaskan kimia dan metode operasinya itulah maka pengarang menyusun karya yang diberi judul Kimia Kebahagiaan ini. 

Khazanah-khazanah Tuhan yang mengandung kimia ini, ada pada hati para nabi. Siapa saja yang mencarinya di tempat lain akan kecewa dan bangkrut di hari kemudian, yakni ketika ia mendengar firman: 

"... Telah Kami angkat tirai itu darimu, dan pandanganmu pada hari ini sangatlah tajam." (QS 50:22) 

Allah telah mengutus ke dunia ini seratus dua puluh empat nabi untuk mengajar manusia tentang resep kimia ini, dan bagaimana cara mensucikan hati mereka dari sifat-sifat rendah melalui tempaan zuhud. Kimia ini dapat secara ringkas diuraikan sebagai berpaling dari dunia untuk menghadap kepada Allah. Bagiannya ada empat. 

Pertama, pengetahuan tentang diri. 
Kedua, pengetahuan tentang Allah. 
Ketiga, pengetahuan tentang dunia ini sebagaimana adanya. 
Keempat, pengetahuan tentang akhirat sebagaimana adanya. 

Marilah kita mulai memaparkan keempat bagian ini secara berurutan. 


BAB 1 : Pengetahuan Tentang Diri


Pengetahuan tentang diri adalah kunci pengetahuan tentang Tuhan, sesuai dengan Hadits: "Dia yang mentetahui dirinya sendiri, akan mengetahui Tuhan," dan sebagaimana yang tertulis di dalam al-Qur'an: " Akan Kami tunjukkan ayat-ayat kami di dunia ini dan di dalam diri mereka, agar kebenaran tampak bagi mereka." Nah, tidak ada yang lebih dekat kepada anda kecuali diri anda sendiri. Jika anda tidak mengetahui diri anda sendiri, bagaimana anda bisa mengetahui segala sesuatu yang lain. Jika anda berkata" "Saya mengetahui diri saya"- yang berarti bentuk luar anda; badan,muka dan anggota-anggota badan lainnya - pengetahuan seperti itu tidak akan pernah bisa menjadi kunci pengetahuan tentang Tuhan. Demikian pula halnya jika pengetahuan anda hanyalah sekedar bahwa kalau lapar anda makan, dan kalau marah anda menyerang seseorang; akankah anda dapatkan kemajuan-kemajuan lebih lanjut di dalam lintasan ini, mengingat bahwa dalam hal ini hewanlah kawan anda?

Pengetahuan tentang diri yang sebenarnya, ada dalam pengetahuan tentang hal-hal berikut ini:

Siapakah anda, dan dari mana anda datang? Kemana anda pergi, apa tujuan anda datang lalu tinggal sejenak di sini, serta di manakah kebahagiaan anda dan kesedihan anda yang sebenarnya berada? Sebagian sifat anda adalah tabiat binatang, sebagian yang lain adalah tabiat setan dan selebihnya sifat-sifat malaikat. Mesti anda temukan, mana di antara sifat-sifat ini yang aksidental dan mana yan gesensial (pokok). Sebelum anda ketahui hal ini, tak akan bisa anda temukan letak kebahagiaan anda yang sebenarnya. Pekerjaan hewan hanyalah makan, tidur dan berkelahi. Oleh karena itu, jika anda seekor hewan, sibukkan diri anda dengan pekerjaan-pekerjaan ini.

Setan selalu sibuk mengobarkan kejahatan, akal bulus dan kebohongan. Jika anda termasuk dalam kelompok mereka, kerjakan pekerjaan mereka.

Malaikat-malaikat selalu merenungkan keindahan Tuhan dan sama sekali bebas dari kualitas-kualitas hewan. Jika anda punya sifat-sifat malaikat, maka berjuanglah untuk mencapai sifat-sifat asal anda agar bisa anda kenali dan renungi Dia Yang Maha Tinggi, serta merdeka dari perbudakan nafsu dan amarah. 

Juga mesti anda temukan sebab-sebab anda diciptakan dengan kedua insting hewan ini: mestikah keduanya menundukkan dan memerangkap anda, ataukah anda yang mesti menundukkan mereka dan - dalam kemajuan anda - menjadikan salah satu di antaranya sebagai kuda tunggangan serta yang lainnya sebagai senjata.

Langkah pertama menuju pengetahuan tentang diri adalah menyadari bahwa anda terdiri dari bentuk luar yang disebut sebagai jasad, dan wujud dalam yang disebut sebagai hati atau ruh. 

Yang saya maksudkan dengan "hati" bukanlah sepotong daging yang terletak di bagian kiri badan, tetapi sesuatu yang menggunakan fakultas-fakultas lainnya sebagai alat dan pelayannya.

Pada hakikatnya dia tidak termasuk dalam dunia kasat-mata, melainkan dunia maya; dia datang ke dunia ini sebagai pelancong yang mengunjungi suatu negeri asing untuk keperluan perdagangan dan yang akhirnya akan kembali ke tanah asalnya. 

Pengetahuan tentang wujud dan sifat-sifatnya inilah yang merupakan kunci pengetahuan tentang Tuhan.

Beberapa gagasan tentang hakikat hati atau ruh bisa diperoleh seseorang yang mengatupkan matanya dan melupakan segala sesuatu di sekitarnya selain individualitasnya. Dengan demikian, ia juga akan memperoleh penglihatan sekilas akan sifat tak berujung dari individualitas itu. Meskipun demikian, pemeriksaan yang terlalu dekat kepada esensi ruh dilarang oleh syariat. Di dalam al-Qur'an tertulis: 

" Mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakan: Ruh itu adalah urusan Tuhanku." (QS 17:85). 

Yang bisa diketahui adalah bahwa ia merupakan suatu esensi tak terpisahkan yang termasuk dalam dunia titah, dan bahwa ia tidak berasal dari sesuatu yang abadi, melainkan diciptakan. 

Pengetahuan filosofis yang tepat tentang ruh bukanlah merupakan pendahuluan yang perlu untuk perjalanan di atas lintasan agama, melainkan muncul lebih sebagai akibat disiplin-diri dan kesabaran berada di atas lintasan itu, sebagaimana dikatakan dalam al-Qur'an: 

Siapa yang berjuang di jalan Kami, pasti akan Kami tunjukkan padanya jalan yang lurus.(QS 29:69).

Untuk melanjutkan peperangan ruhaniah demi mendapatkan pengetahuan tentang diri dan tentang Tuhan, jasad bisa digambarkan sebagai suatu kerajaan, jiwa (ruh) sebagai rajanya serta berbagai indera dan fakultas lain sebagai tentaranya. Nalar bisa disebut sebagai wazir atau perdana menteri, nafsu sebagai pemungut pajak dan amarah sebagai petugas polisi. Denganberpura-pura mengumpulkan pajak, nafsu terus-menerus cenderung untuk merampas demi kepentingannya sendiri, sementara amarah selalu cenderung kepada kekasaran dan kekerasan. Pemungut pajak dan petugas polisi keduanya harus selalu ditempatkan di bawah raja, tetapi tidak dibunuh atau diungguli, mengingat mereka memiliki fungsi-fungsi tersendiri yang harus dipenuhinya. Tapi jika nafsu dan amarah menguasai nalar, maka - tak bisa tidak - keruntuhan jiwa pasti terjadi. 

Jiwa yang membiarkan fakultas-fakultas yang lebih rendah untuk menguasai yang lebih tinggi ibarat seseorang yang menyerahkan seorang bidadari kepada kekuasaan seekor anjing, atau seorang muslim kepada tirani seorang kafir.

Penanaman kualitas-kualitas setan, hewan ataupun malaikat menghasilkan watak-watak yang sesuai dengan kualitas tersebut - yang di Hari Perhitungan akan diwujudkan dalam bentuk kasat-mata, seperti nafsu sebagai babi, ganas sebagai anjing dan serigala, serta suci sebagai malaikat. Tujuan disiplin moral adalah untuk memurnikan hati dari karat-nafsu dan amarah, sehingga bagaikan cermin yan gjernih, ia memantulkan cahaya Tuhan.

Barangkali di antara pembaca ada yang akan berkeberatan, 

" Tapi jika manusia telah diciptakan dengan kualitas-kualitas hewan, setan dan malaikat, bagaimana bisa kita ketahui bahwa kualitas malaikat merupakan esensinya yang sebenarnya, sementara kualitas hewan dan setan hanyalah aksidental dan peralihan belaka?" Atas pertanyaan ini, saya jawab bahwa esensi tiap makhluk adalah sesuatu yang tertinggi di dalam dirinya dan khas baginya.

Kuda dan keledai kedua-duanya adalah hewan pengangkut beban, tetapi kuda lebih unggul dari keledai karena ia dimanfaatkan untuk perang. Jika gagal dalam hal ini, ia pun terpuruk ke tingkatan binatang pengangkut beban.

Fakultas tertinggi di dalamnya adalah nalar yang menjadikannya bisa merenung tentang Tuhan. Jika fakultas ini dominan dalam dirinya, maka ketika mati dia tinggalkan di belakangnya segenap kecenderungan kepada nafsu dan amarah, sehingga memungkinkannya berkawan dengan para malaikat. Dalam hal pemilikan kualitas-kualitas hewan, manusia kalah dibanding banyak hewan, tetapi nalar membuatnya lebih unggul dari mereka, sebagaimana tertulis di dalam al-Qur'an: 

" Telah Kami tundukkan segalasesuatu di atas bumi untuk manusia " (QS 45:13).

Tetapi jika kecenderungankecenderungannya yang lebih rendah yang menang, maka setelah kematiannya, dia akan selamanya menghadap ke bumi dan mendambakan kesenangan-kesenangan duniawi.

Selanjutnya, jiwa rasional di dalam manusia penuh dengan keajaibankeajaiban pengetahuan maupun kekuatan. Dengan itu semua ia menguasai seni dan sains, ia bisa menempuh jarak dari bumi ke langit bolak-balik secepat kilat, dan mampu mengatur lelangit dan mengukur jarak antar bintang. Dengan itu juga ia bisa menangkap ikan dari lautan dan burungburung dari udara, serta bisa menundukkan binatang-binatang seperti gajah, unta dan kuda.

Pancainderanya bagaikan lima pintu yang terbuka menghadap ke dunia luar. Tetapi ajaib dari semuanya ini, hatinya memiliki jendela yang terbuka ke arah dunia ruh yang tak kasat-mata. Dalam keadaan tertidur, ketika saluran inderanya tertutup, jendela ini terbuka dan ia menerima kesan-kesan dari dunia tak-kasat-mata; kadang-kadang bisa ia dapatkan isyarat tentang masa depan. Hatinya bagaikan sebuah cermin yang memantulkan segala sesuatu
yang tergambar di dalam Lauhul-mahfuzh. Tapi, bahkan dalam keadaan tidur, pikiran-pikiran akan segala sesuatu yang bersifat keduniaan akan memburamkan cermin ini, sehingga kesan-kesan yang diterimanya tidak jelas. Meskipun demikian setelah mati pikiran-pikiran seperti itu sirna dan segala sesuatu tampak dalam hakikat-telanjangnya. Dan kata-kata di dalam al-Qur'an pun menyatakan: 

Telah Kami angkat tirai darimu dan hari ini penglihatanmu amat tajam."

Membuka sebuah jendela di dalam hati yang mengarah kepada yan gtakkasat- mata ini juga terjadi di dalam keadaan-keadaan yang mendekati ilham kenabian, yakni ketika intuisi timbul di dalam pikiran - tak terbawa lewat saluran-indera apa pun. Makin seseorang memurnikan dirinya dari syahwat-syahwat badani dan memusatkan pikirannya pada Tuhan, akan makin pekalah ia terhadap intuisi-intuisi seperti itu. Orang-orang yang tidak sadar akan hal ini tidak punya hak untuk menyangkal hakikatnya.

Intuisi-intuisi seperti itu tidak pula terbatas hanya pada tingkatan kenabian saja. Sebagaimana juga besi, dengan memolesnya secukupnya, ia akan bisa dijelmakan menjadi sebuah cermin. Jadi, dengan disiplin yang memadai, pikiran siapa pun bisa dijadikan mampu menerima kesan-kesan seperti itu. Kebenaran inilah yang diisyaratkan oleh Nabi ketika beliau berkata:

" Setiap anak lahir dengan suatu fitrah (untuk menjadi muslim); orang tuanyalah yang
kemudian membuatnya menjadi seorang Yahudi, Nasrani atau Majusi.

Setiap manusia, di kedalaman kesadarannya, mendengar pertanyaan 

" Bukankah Aku ini tuhanmu? " dan menjawab " Ya ". 

Tetapi ada hati yang menyerupai cermin yang telah sedemikian dikotori oleh karat dan kotoran sehingga tidak lagi memberikan pantulan-pantulan yang jernih. Sementara hati para nabi dan wali, meskipun mereka juga mempunyai nafsu seperti kita, sangat peka terhadap segenap kesan-kesan Ilahiah.

Bukan hanya dengan nalar pengetahuan capaian dan intuitif saja jiwa manusia bisa menempati tingkatan palin gutama di antara makhluk-makhluk lain, tetapi juga dengan nalar kekuatan. Sebagaimana malaikat-malaikat berkuasa atas kekuatan-kekuatan alam, demikian jugalah jiwa mengatur anggota-anggota badan. Jiwa yang telah mencapai suatu tingkatan kekuatan khusus, tidak saja mengatur jasadnya sendiri, melainkan juga jasad orang lain. Jika mereka ingin agar seseorang yang sakit bisa sembuh, maka si sakit pun akan sembuh, atau menginginkan seseorang yang sehat agar jatuh sakit, maka sakitlah orang itu, atau jika ia inginkan kehadiran seseorang, maka datanglah orang itu kepadanya. 

Sesuai dengan baik-buruknya akibat yang ditimbulkan oleh jiwa yang sangat kuat ini, hal tersebut diistilahkan sebagai mukjizat dan sihir. Jiwa ini berbeda dari orang biasa dalam tiga hal:

1. Yang hanya dilihat oleh orang-orang lain sebagai mimpi, mereka lihatpada saat-           saat jaga.
2. Sementara kehendak orang lain hanya mempengaruhi jasad mereka saja, jiwa ini         dengan kekuatan kehendaknya, bisa pula menggerakan jasad-jasad di luar mereka.
3. Pengetahuan yang oleh orang lain diperoleh dengan belajar secara sungguh-               sungguh sampai kepada mereka lewat intuisi.

Tentunya bukan hanya tiga tanda ini sajalah yang membedakan mereka dari orang-orang biasa, tetapi hanya ketiganya itulah yang bisa kita ketahui.
Sebagaimana halnya, tidak ada sesuatu pun yang mengetahui sifat-sifat Tuhan yang sebenarnya, kecuali Tuhan sendiri, maka tak ada seorang pun yang mengetahui sifat sebenarnya seorang Nabi, kecuali seorang Nabi. 

Hal ini tak perlu kita herankan, sama halnya dengan di dalam peristiwa sehari-hari
kita melihat kemustahilan untuk menerangkan keindahan puisi pada seseorang yang telinganya kebal terhadap irama, atau menjelaskan keindahan warna kepada seseorang yang sama sekali buta. Di samping ketidakmampuan, ada juga hambatan-hambatan lain di dalam pencapaian kebenaran ruhaniah. Salah satu di antaranya adalah pengetahuan yang dicapai secara eksternal. Sebagai misal, hati bisa digambarkan sebagai sumur dan pancaindera sebagai lima aliran yang dengan terus-menerus membawa air ke dalamnya. 

Agar bisa menemukan kandungan hati yang sebenarnya, maka aliran-aliran ini mesti dihentikan untuk sesaat dengan cara apa pun dan sampah yang dibawa bersamanya mesti dibersihkan dari sumur itu. Dengan kata lain, jika kita ingin sampai kepada kebenaran ruhani yang murni, pada saat itu mesti kita buang pengetahuan yang telah dicapai dengan proses-proses eksternal dan yang sering sekali mengeras menjadi prasangka dogmatis.

Kesalahan dari jenis lain, berlawanan dengan itu, dibuat oleh orang-orang yang dangkal yang - dengan menggemakan beberapa ungkapan yang mereka tangkap dari guru-guru Sufi - ke sana ke mari menyebarkan kutukan terhadap semua pengetahuan. Ia bagaikan seseorang yang tidak capak di bidang kimia menyebarkan ucapan: 

Kimia lebih baik dari emas," dan menolak emas ketika ditawarkan kepadanya. Kimia memang lebih baik dari emas, tapi para ahli kimia sejati amatlah langka, demikian pula Sufi-sufi sejati.

Seseorang yang hanya memiliki pengetahuan yang dangkal tentang tasawuf, tidak lebih unggul daripada seorang yang terpelajar. Demikian pula seseorang yang baru mencoba beberapa percobaan kimia, tidak punya alasan untuk merendahkan seorang kaya.

Setiap orang yang mengkaji persoalan ini akan melihat bahwa kebahagiaan memang terkaitkan dengan pengetahuan tentang Tuhan. Tiap fakultas dalam diri kita senang dengan segala sesuatu yang untuknya ia diciptakan. Syahwat senang memuasi nafsu, kemarahan senang membalas dendam, mata senang melihat obyek-obyek yang indah, dan telinga senang mendengar suara-suara yang selaras

Fungsi tertinggi jiwa manusia adalah pencerapan kebenaran, karena itu dalam mencerap kebenaran tersebut ia mendapatkan kesenangan tersendiri. Bahkan soal-soal remeh, seperti mempelajari catur, juga mengandung kebaikan. Dan makin tinggi materi subyek pengetahuan didapatnya, makin besarlah kesenangannya. Seseorang akan senang jika dipercayai untuk jabatan Perdana Menteri, tetapi betapa lebih senangnya ia jika sang raja sedemikian akrab dengannya sehingga membukakan soal-soal rahasia baginya.

Seorang ahli astronomi yang dengan pengetahuannya bisa memetakan bintang-bintang dan menguraikan lintasan-lintasannya, mereguk lebih banyak kenikmatan dari pengetahuannya dibanding seorang pemain catur. Setelah mengetahui bahwa tak ada sesuatu yang lebih tinggi dari Allah, maka betapa akan besarnya kebahagiaan yang memancar dari pengetahuan sejati tentang-Nya itu !.

Orang yang telah kehilangan keinginan akan pengetahuan seperti ini adalah bagaikan seorang yang telah kehilangan seleranya terhadap makanan sehat, atau yang untuk hidupnya lebih menyukai makan lempung daripada roti.

Semua nafsu badani musnah pada saat kematian bersamaan dengan kematian organ-organ yang biasa diperalat nafsu-nafsu tersebut. Tetapi jiwa tidak. Ia simpan segala pengetahuan tentang Tuhan yang dimilikinya, malah menambahnya.

Suatu bagian penting dari pengetahuan kita tentang Tuhan timbul dari kajian dan renungan atas jasad kita sendiri yang menampakkan pada kita kebijaksanaan, kekuasaan, serta cinta Sang Pencipta. Dengan kekuasan-Nya, Ia bangun kerangka tubuh manusia yang luar biasa dari hanya suatu tetesan belaka. Kebijakan-Nya terungkapkan di dalam kerumitan jasad kita
serta kemampuan bagian-bagiannya untuk saling menyesuaikan, Ia perlihatkan cinta-Nya dengan memberikan lebih dari sekadar organ-organ yang memang mutlak perlu bagi eksistensi - seperti hati, jantung dan otak - tetapi juga yang tidak mutlak perlu - seperti tangan, kaki, lidah dan mata.

Kepada semuanya ini telah Ia tambahkan sebagai hiasan hitamnya rambut, merahnya bibir dan melengkungnya bulu mata. Manusia dengan tepat disebut sebagi 'alamushshaghir' atau jasad-kecil di dalam dirinya. Struktur jasadnya mesti dipelajari, bukan hanya oleh orang-orang yang ingin menjadi dokter, tetapi juga oleh orang-orang yang ingin mencapai pengetahuan yang lebih dalam tentang Tuhan, sebagaimana studi yang mendalam tentang keindahan dan corak bahasa di dalam sebuah puisi yang agung akan mengungkapkan pada kita lebih banyak tentang kejeniusan pengarangnya.

Di atas semua itu, pengetahuan tentang jiwa memainkan peranan yang lebih penting dalam membimbing ke arah pengetahuan tentang Tuhan ketimbang pengetauhan tentang jasad kita dan fungsi-fungsinya. Jasad bisa diperbandingkan dengan seekor kuda dengan jiwa sebagai penunggangnya.

Jasad diciptakan untuk jiwa dan jiwa untuk jasad. Jika seorang manusia tidak mengetahui jiwanya sendiri - yang merupakan sesuatu yang paling dekat dengannya - maka apa arti klaimnya bahwa ia telah mengetahui hal-hal lain.

Kalau demikian, ia bagaikan seorang pengemis yang tidak memiliki persediaan makanan, lalu mengklaim bisa memberi makan seluruh penduduk kota.

Dalam bab ini kita telah berusaha sampai tingkat tertentu untuk memaparkan kebesaran jiwa manusia. Seseorang yang mengabaikannya dan menodai kapasitasnya dengan karat atau memerosotkannya, pasti menjadi pihak yang kalah di dunia ini dan di dunia mendatang. 

Kebesaran manusia yang sebenarnya terletak pada kapasitasnya untuk terus-menerus meraih kemajuan. Jika tidak, di dalam ruang temporal ini, ia akan menjadi makhluk yang paling lemah di antara segalanya - takluk oleh kelaparan, kehausan, panas, dingin dan penderitaan. Sesuatu yang paling ia senangi sering merupakan sesuatu yang paling berbahaya baginya. Dan sesuatu yang menguntungkannya tidak bisa ia peroleh kecuali dengan kesusahan dan kesulitan. 

Mengenai inteleknya, sekadar suatu kekacauan kecil saja di dalam otaknya sudah cukup untuk memusnahkan atau membuatnya gila. Sedangkan mengenai kekuatannya, sekadar sengatan tawon saja sudah bisa mengganggu rasa santai dan tidurnya. Mengenai tabiatnya, dia sudah akan gelisah hanya dengan kehilangan satu rupiah saja. Dan tentang kecantikannya, ia hanya sedikit lebih cantik daripada benda-benda memuakkan yang diselubungi dengan kulit halus. Jika tidak sering dicuci, ia akan menjadi sangat menjijikkan dan memalukan.



Sebenarnyalah manusia di dunia ini sungguh amat lemah dan hina. Hanya di dalam kehidupan yang akan datang sajalah ia akan mempunyai nilai, jika dengan sarana " kimia kebahagiaan " tersebut ia meningkat dari tingkat hewan ke tingkat malaikat. Jika tidak, maka keadaannya akan menjadi lebih buruk dari orang-orang biadab yang pasti musnah dan menjadi debu. Perlu baginya untuk - bersamaan dengan timbulnya kesadaran akan keunggulannya sebagai makhluk terbaik - belajar mengetahui juga ketidakberdayaannya, karena hal ini juga merupakan salah satu kunci kepada pengetahuan tentang Tuhan.

Malaikat yang dipatahkan Sayapnya

Sesungguhnya Malaikat Jibril AS datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, 
“ Ya Rasulullah SAW, aku telah melihat malaikat yang di langit berada di atas singgasananya. Disekitarnya terdapat 70.000 malaikat berbaris melayaninya. Pada setiap hembusan nafasnya Allah SWT menciptakan dari darinya satu malaikat. Dan sekarang ini kulihat malaikat itu berada di atas Gunung Qaaf dengan sayapnya yang patah sedang menangis ".

Ketika dia melihatku, dia berkata, “ Adakah engkau mau menolongku? ” 

Aku berkata, “ Apa salahmu? ” 

Dia berkata, “ Ketika aku berada di atas singgasana pada malam Mi’raj, lewatlah padaku Muhammad Kekasih Allah. Lalu aku tidak berdiri menyambutnya dan Allah menghukumku dengan hukuman ini, serta menempatkanku di sini seperti yang kau lihat ".

Malaikat Jibril berkata, “ Seraya aku merendah diri di hadapan Allah SWT, aku memberinya pertolongan ”. 

Maka Allah SWT berfirman, “ Hai Jibril, katakanlah agar dia membaca sholawat atas Kekasih-Ku Muhammad SAW ”. 

Malaikat Jibril berkata lagi, “ Kemudian malaikat itu membaca shalawat kepadamu dan Allah SWT mengampuninya serta menumbuhkan kedua sayapnya, lalu menempatkannya lagi di atas singsananya ”.

Fahamilah…Dengan kisah ini, kita dapat mengerti akan betapa keagungan sholawat, dan betapa pentingnya kita berdiri untuk menyambut dan menghormati saat Mahlul Qiyam atas kedatangan Rasulullah SAW dan para Ahlubait serta pewaris-pewarisnya.

ADA KEKUATAN DALAM NIAT

ADA KEKUATAN DALAM NIAT 

Dahulu ada seseorang dari Bani Israil yang alim dan rajin beribadah kepada Allah SWT. Suatu ketika ia didatangi sekelompok orang. Mereka berkata, ”Di daerah ini ada suatu kaum yang tidak menyembah Allah, tapi menyembah pohon.” Mendengar hal itu ia segera mengambil kampak dan bergegas untuk menebang pohon itu. Melihat gelagat tersebut, iblis mulai beraksi dan berusaha menghalangi niat orang alim itu. Ia mengecohnya dengan menyamar sebagai orang tua renta yang tak berdaya. Didatanginya orang itu setelah ia tiba di lokasi pohon yang dimaksud.


”Apa yang hendak kau lakukan?” tanya iblis. Orang alim itu menjawab, ”Aku mau menebang pohon ini!”

“Apa salahnya pohon ini?” tanya iblis lagi.

“Ia menjadi sesembahan orang-orang selain Allah. Ketahuilah ini bukan termasuk ibadahku.” Jawab orang alim itu.

Tentu saja iblis tidak menginginkan niat orang itu terlaksana dan tetap berusaha untuk menggagalkannya.

Karena iblis berusaha menghalang-halanginya, orang alim itu membanting iblis dan menduduki dadanya. Di sinilah iblis yang licik mulai beraksi. ”Lepaskan aku supaya aku dapat menjelaskan maksudku yang sebenarnya,” kata iblis.

Orang alim itu kemudian berdiri meninggalkan iblis sendirian. Tapi ia tidak putus asa. ” Hai orang alim, sesungguhnya Allah telah menggugurkan kewajiban ini atas dirimu karena engkau tidak akan menyembah pohon ini. Apakah engkau tidak tahu bahwa Allah mempunyai Nabi dan Rasul yang harus melaksanakan tugas ini.”

Orang alim tersebut tak mempedulikannya dan tetap bersikeras untuk menebang pohon itu. Melihat hal itu, iblis kembali menyerang. Tapi orang alim itu dapat mengalahkanya kembali. Merasa jurus pertamanya gagal, iblis menggunakan jurus kedua. Ia meminta orang alim itu untuk melepaskan injakan di dadanya.

”Bukankah engkau seorang yang miskin. Engkau juga sering meminta-minta untuk kelangsungan hidupmu,” tanya iblis.

”Ya, memang kenapa,” jawab orang itu tegas, menunjukkan bahwa ia tak akan tergoda.

“ Tinggalkan kebiasaan yang jelek dan memalukan itu. Aku akan memberimu dua dinar setiap malam untuk kebutuhanmu agar kamu tidak perlu lagi meminta-minta. Ini lebih bermanfaat untukmu dan untuk kaum muslimin yang lain daripada kamu menebang pohon ini,” kata Iblis merayu.

Orang itu terdiam sejenak. Terbayang berbagai kesulitan hidup seperti yang didramatisasi iblis.

Rupanya bujuk rayu iblis manjur. Ia pun mengurungkan niatnya. Akhirnya ia kembali ke tempatnya beribadah seperti biasa. Esok paginya ia mencoba membuktikan janji iblis. Ternyata benar. Diambilnya uang dua dinar itu dengan rasa gembira. Namun itu hanya berlangsung dua kali. Keesokan harinya ia tidak lagi menemukan uang. Begitu juga lusa dan hari-hari selanjutnya. Ia pun marah dan segera mengambil kapak dan pergi untuk menebang pohon yang tempo hari tidak jadi ditebangnya.

Lagi-lagi iblis menyambutnya dengan menyerupai orang tua yang tak berdaya.

” Mau ke mana engkau wahai orang alim? ”

” Aku hendak menebang pohon sialan itu,” jawabnya emosi.

“ Engkau tak akan mampu untuk menebang pohon itu lagi. Percayalah! Lebih baik engkau urungkan niatmu,” jawabnya melecehkan.

Orang alim itu berusaha melawan Iblis dan berupaya untuk membantingnya seperti yang pernah dilakukan sebelumnya.

” Engkau tak akan dapat mengalahkanku,” sergah iblis.

Kemudian iblis melawannya dan berhasil membantingnya.

Sambil menduduki dadanya, iblis berkata, ” Berhentilah kamu menebang pohon ini atau aku akan membunuhmu.”

Orang alim itu kelihatannya tidak punya tenaga untuk mengalahkan iblis seperti yang pernah dilakukannya sebelum itu.

” Engkau telah mengalahkan aku sekarang. Lepaskan dan beritahu aku, mengapa engkau dapat mengalahkanku,” tanya orang alim.

Iblis menjawab, ” Itu karena dulu engkau marah karena Allah dan berniat demi kehidupan akhirat. Tetapi kini engkau marah karena kepentingan dunia, yaitu karena aku tidak memberimu uang lagi.”

Kisah yang diuraikan Imam Al-Ghazali dalam kitab Mukasyafatul Qulub itu memberi pelajaran bahwa betapa pentingnya nilai sebuah keikhlasan, yakni berbuat kebajikan tanpa pamrih kecuali hanya mencari ridho Allah SWT. Ikhlas ini merupakan ruh ibadah kepada Allah SWT. Karena itu untuk mewujudkan ibadah yang berkualitas kepada Allah SWT kita harus pandai-pandai menata niat. Niat inilah yang akan membawa konsekuensi pada diterima atau tidaknya suatu ibadah yang kita lakukan.

Rasulullah SAW bersabda: ” Sesungguhnya perbuatan itu tergantung pada niatnya, seseorang itu akan memperoleh apa yang telah diniatkannya. Barang siapa hijrahnya itu karena Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan memperoleh pahala dan barang siapa hijrahnya itu karena harta atau wanita, maka ia akan memperoleh apa yang telah diniatkanya itu.”

Asal muasal hadits ini adalah ketika Rasulullah SAW berdakwah di negeri Mekah merasa sulit karena selalu mendapatkan perlawanan hebat dari kaum Quraisy. Beliau akhirnya mendapat perintah untuk hijrah ke Yatsrib (Madinah). Beliau pun memerintahkan para sahabat untuk berhijrah. Tapi para sahabat ternyata punya motivasi yang berbeda-beda dalam melakukan hijrah. Mulai dari sahabat yang ikhlas mencari keridhoan Allah SWT hingga alasan wanita, harta, dan benda. Karena itu Rasulullah menginstruksikan kepada para sahabat untuk menata niat mereka melalui hadits itu.

Memang niat mudah diucapkan namun sukar untuk dipraktekkan. Saat kita punya niat baik, maka saat itu juga iblis telah bersiap siaga untuk menjerumuskan dan merusaknya. Padahal awalnya niat itu murni karena Allah. Itulah sebabnya, Ibnu Qoyim mengatakan bahwa ikhlas itu membutuhkan keikhlasan (al-ikhlashu yahtaju ilal ikhlash).

Niat itu bersarang dalam hati. Agar ia tetap terjaga utuh, seseorang harus menata niatnya sebelum melakukan amal, ketika melakukannya, dan sesudah selesai. Dan hal itu bisa dimiliki dengan melalui berbagai latihan (riyadhah) mental yang intensif, yakni berusaha menata niat, karena ia tidak akan serta merta bersih dengan sendirinya.

Yang perlu diwaspadai, iblis menggoda manusia sesuai dengan kualitas ketaatannya kepada Allah. Semakin berkualitas seseorang kepada Allah, maka akan digoda oleh iblis kelas berat. Di sinilah pentingnya kita selalu memohon perlindungan kepada Allah SWT untuk menjaga niat.

Apalagi manusia memiliki nafsu yang cenderung mengarahkan kepada hal-hal yang buruk dan jahat. Bila ia tidak diarahkan sebagaimana mestinya, maka ia akan bekerja sama dengan iblis untuk merusak niat seseorang, baik itu lewat penyakit ujub, riya, dan sum’ah.

Kunci ibadah adalah ikhlas. Dan ikhlas itu ada di dalam hati orang yang melakukan amal tersebut. Maka sah atau tidaknya pahala amal itu, tergantung pada niat ikhlas atau tidak hati pelakunya. Jika dalam melakukan amal itu hatinya bertujuan untuk mendapat pujian dari manusia, maka hal itu berarti tidak ikhlas. Akibatnya amal ibadah yang diusahakannya tidak menerima pahala dari Allah.

Kita benar-benar diperintahkan oleh Allah untuk memasang niat dengan ikhlas dalam setiap ibadah kita. Jangan dicampuri niat itu dengan hal yang lain, yang nantinya akan merusak pahala amal ibadah tersebut. Allah berfirman:

”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus.” (Q.S Al-Bayyinah: 5)

Sebagai seorang muslim, kita harus bercermin dari kisah antara iblis dan orang alim dari Bani Israil di atas. Semoga Allah SWT melindungi kita dari iblis si perusak amal.

Rabu, 15 Februari 2017

Bab 6 Kitab MUKAASYAFATUL QULUB - Imam Al Ghazali

BAB 6 KELALAIAN

Anda terlelap dalam kelalaian dan hati anda Alpa, Usia anda terus berlalu sementara dosa-dosa tetap menggudang.

Diceritakan bahwa ada seorang laki-laki yang saleh bermimpi melihat ayahnya. Dia bertanya kepada sang ayah: “Wahai ayahku, bagaimana kondisi anda?” Sang Ayah menjawab:”Ketika hidup di Dunia saya dalam keadaan lengah dan matipun saya dalam kondisi lengah.”

Disebutkan didalam kitab Zahrur Riyadh, bahwa Nabi Ya’kub bersaudara dengan malaikat maut, suatu ketika malaikat maut datang kepada Nabi Ya’kub, kemudian ia bertanya kepadanya: 

Ketika ajal nabi Ya’kub telah tiba, datanglah malaikat maut kepadanya, dan Nabi ya’kub bertanya kepadanya sebagaimana biasanya 

Masa terus berlalu, hari-hari pun terus melaju, sementara dosa tetap terjadi;

Selanjutnya dia mendesah dan bersyair.

“Aku merenungkan kondisiku, saat dihalau di hari kiamat;

Maka renungkanlah wahai saudaraku, dengan tubuh mana Anda akan menghadap ke hadirat ilahi?

Maka persiapkanlah jawaban yang benar untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Takutlah kepada Allah, sesungguhnya Dia maha mengetahui apa yang anda kerjakan, yang baik maupun yang buruk. Kemudian berilah nasihat kepada orang-orang mukmin agar tidak meninggalkan perintah-Nya dan hendaklah mengesakan-Nya baik dalam kesunyian maupun keramaian, dalam keadaan suka maupun duka.

Telah datang utusan kematian, sementara hati terlelap dalam kalpaan.

Saat dibaringkannya pipiku di alam kubur seorang diri.

Apa yang akan anda katakan, ketika Dia bertanya mengenai sesuatu yang terkecil sampai yang terbesar?

Kenikmatan Anda di dunia merupakan tipuan dan penyesalan; 

Yang sebelumnya mulia dan berderajat tinggi

Kelalaian dan kelengahan akan menambah penyesalan, kelalaian akan menghilangkan kenikmatan dan menghalangi penghambaan kepada Allah. Kelengahan akan menambah kedengkian, keaiban dan kekecewaan.

Diceritakan bahwa ada sebagian orang-orang saleh, bermimpi melihat gurunya. Dalam mimpi itu ia bertanya kepada sang guru : “ Penyesalah manakah yang terbesar menurut anda?” Sang guru menjawab : “ Penyesalah akibat kelengahan.”

Adapula riwayat yang menyebutkan bahwa sebagian mereka bermimpi melihat Dzun Nun Al-Mishri, lalu ia berkata kepadanya : “Apakah yang diperbuat Allah pada Anda?” Dzun nun menjawab : “Dia telah menundukkan aku dihadapan-Nya, lalu berfirman kepadaku:”Hai orang yang berpra-pura, orang yang bohong, Anda mengaku cinta kepada-Ku, tapi kemudian anda lengah dari Aku. 

Sebagaimana disebutkan dalam syair :

“Wahai malaikat maut, Anda datang untuk mengunjungi aku, ataukah untuk mencabut nyawaku?”, Malaikat maut menjawab : “Aku dating hanya untuk mengunjungi anda”. Nabi ya’kub berkata: “Aku berharap anda sudi memenuhi hajat dan permohonanku.”, “Hajat apakah itu?” Tanya malaikat maut. Nabi Ya’kub berkata: “Apabila ajalku telah dekat dan Anda akan mencabut nyawaku, Hendaklah kiranya anda memberitahukan kepadaku.” Malaikat maut menjawab : “ Ya, akan kau kirimkan pada anda dua atau tiga utusan.”

“Wahai malaikat maut, Anda datang untuk mengunjungi aku, ataukah untuk mencabut nyawaku?” “Aku dating untuk mencabut nyawa anda” Jawab malaikat maut. 

Lalu Nabi Ya’kub bertanya, seolah menagih janji :

“ Bukankah anda telah berjanji kepadaku, bahwa sebelum anda mencabut nyawak, terlebih dahulu anda akan mengirimkan utusan kepadaku?”

“Aku telah melakukan hal itu, dan menepati janjiku” Jawab malaikat maut. “Putihnya rambut anda, yang sebelumnya hitam, Lemahnya tubuh anda setelah kuat sebelumnya, adalah utusanku kepada anak adam sebelum kematiannya, hai Ya’kub”, sambungnya.

Kehidupan Anda di dunia penuh dengan kesemuan dan kebatilan.”

Abu Ali Ad-Daqaq berkata: 

“Suatu ketika aku dating mengunjungi salah seorang saleh yang sedang sakit. Dia termasuk salah seorang masyayikh besar. 

Saat itu, ia dikelilingi oleh murid-muridnya dan menangis. Dia seorang syaikh yang sudah lanjut usia. Dalam kondisinya yang kritis itu, aku bertanya : “ Wahai tuan, mengapa anda menangis, apakah ada urusan mengenai persoalan dunia?” Dia menjawab : “Bukan itu penyebabnya, akan tetapi karena shalatku yang terbengkalai.” Aku kembali bertanya:”Bagaimana hal itu bisa terjadi, padahal anda adalah orang yang rajin mendirikan shalat?” Dia menjawab:” Tidakkah anda melihat kondisiku saat ini, aku terbaring tidak dalam keadaan bersujud, aku tak dapat mengangkat kepala dan kesadaranku tak terkonsentrasi mengingat tuhanku, Aku tengah dalam kelalaian. Sementara saat ini detik-detik menjelang ajalku dan aku dalam keadaan lengah.

Dosa-dosaku tergadaikan, sedangkan aku berbantal tanah liat.
Aku merenungkan tentang panjang dan luasnya hisab, 
Tentang kebinasaan kedudukanku, saat menerima catatan amalku
Tetapi harapanku kepada-Mu ya Tuhan yang menciptakanku
Hendaklah kiranya Engkau mengampuni Dosa-dosa ku, Ya ilahi



Didalam kitab Uyunul akbar disebutkan bahwa Syaqiq Al-Bulkhi berkata:

” Manusia mengucapkan tiga hal, tetapi mereka benar-benar mengingkari apa yang diucapkannya itu dalam perbuatannya.

Pertama Mereka berkata : “ Kami adalah hamba-hamba Allah.” Tetapi perbuatan mereka seperti perbuatan orang-orang merdeka. Yang demikian ini adalah pengingkaran atas ucapannya.

Kedua Mereka berkata : “ Allah yang menanggung rizki kami.” Tetapi hati mereka tidak tenang dan tidak merasa puas kecuali dengan dunia dan mengumpulkan harta kekayaaan. Ini adalah pengingkaran atas ucapannya. 

Yang terakhir Mereka mengatakan: “ Kematian adalah sebuah kepastian.” Tetapi perbuatan mereka seolah-olah tidak akan mati. Ini juga sebuah pengingkaran atas ucapan mereka.


Nabi Muhammad saw. Bersabda : “ Tertulis pada tiang arasy: ‘sesungguhnya Aku berkenan untuk mengindahkan orang yang taat kepada-Ku, Aku mencintai orang yang mencintai Aku, Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa kepada-Ku dan Aku mengampuni orang yang memohon ampun kepada-Ku’ “

Bab 5 Kitab MUKAASYAFATUL QULUB - Imam Al Ghazali

BAB 5 Kemenangan Nafsu dan Permusuhan Syaithon

Bagi orang yang berakal, seharusnya mengendalikan kecenderungan hawa nafsunya dengan menahan lapar. Karena lapar merupakan pengendalian terhaddap musuh Allah, sedangkan menyuburkan setan adalah memperturutkan kesenangan hawa nafsu, makan dan minum.

Nabi saw. Bersabda: “Sesungguhnya syetan berada dalam diri anak adam berjalan bersama peredaran darah, maka persempitlah perjalanannya dengan cara lapar. “ sesungguhnya manusia yang lebih dekat kepada Allah swt. kelak pada hari kiamat ialah orang yang lebih lama dalam menahan lapar dan haus. Dan dosa yang paling besar yang akan merusak dan menghancurkan anak Adam adalah keinginan nafsu perut. Sebab keinginan nafsu perut, Adam dan Hawa diusir dari perkampungan yang abadi, yaitu syurga pada perkampungan yang hina dan miskin, yaitu Dunia. Ketika Tuhan melarang mereka untuk memakan buah syajarah, keduanya terkalahkan oleh keinginan nafsu perutnya dna tetap memakan buah itu. Akhirnya aurat keduanya menjadi tampak. Pada hakikatnya, perut merupakan sumber dari segala keinginan nafsu.

Orang ahli hikmah berkata : “ Barangsiapa yang dikuasai hawa nafsunya, maka dia menjadi tertawan oleh kecintaan terhadap keinginan-keinginan dan terkungkung dalam kesalahan-kesalahannya. Dan hawa nafsu itu akan menghalangi hatinya untuk dapat menerima faedah.”

Barangsiapa yang menyirami anggota-anggota tubuhnya dengan memperturutkan kesenangan-kesenangan nafsu, berarti dia menanam pohon penyesalan di dalam hatinya.

Allah swt. Menciptakan mahluk dalam tiga kategori. Dia menciptakan malaikat dan menyusun didalam diri mereka akal, tanpa dibekali nafsu. Dia menciptakan binatang dan menyusun di dalamnya keinginan (nafsu), tanpa dibekali dengan akal. Sementara manusia lebih baik, dia dibekali akal juga dilengkapi dengan keinginan nafsu. Barangsiapa yang akalnya bisa mengalahkan keinginan hawa nafsunya, maka dia kan mencapai tataran yan lebih baik dari malaikat.

Ibrahim Al-Khawas berkata: “ Suatu ketika aku berada di gunung Lukam, saat aku melihat sebuah Delima, aku menjadi menginginkannya, maka aku mengambil satu dan membelahnya, namun rasanya masam, dan aku lalu meninggalkannya.” Selanjutnya aku melihat seorang laki-laki terlempar yang dikerumuni oleh lebah-lebah. Aku mengucapkan salam kepadanya: “ Assalamu alaika.” Dia menjawab : “ Wa alaikas salam, ya Ibrahim.” Aku berkata : “ Aku perhatikan anda mempunyai urusan dengan Allah, hendaklah anda memohon kepadanya agar Dia menyelamatkan anda dari serangan lebah-lebah ini.” Laki-laki itu berkata: “Aku melihat anda mempunyai kedudukan di sisi Allah, maka hendaklah kiranya Anda meminta kepada-Nya agar Ia Menyelamatkan Anda dari keinginan terhadap buah delima. Karena delima orang menjadi sakit di Dunia, sedangkan sengatan lebah hanya terletak dan mengenai tubuh, sedangkan sengatan hawa nafsu , mengenai hati.” Kemudian aku berlalu pergi meninggalkannya.

Karena keinginan nafsu, seorang raja menjadi diperbudak olehnya, sementara karena kesabaran membuat hamba menjadi raja. Tidaklah Anda tahu kisah Nabi Yusuf dan Zulaikha? Nabi Yusuf benar-benar menjadi raja di Mesir berkat kesabarannya, sementara Zulaikha menjadi orang yang hinda dina, miskin, dan buta karena terseret oleh keinginan hawa nafsunya. Dia tidak memiliki kesabaran dalam menghadapi cintanya kepada Nabi Yusuf as.

Abu hasan Ar-Razi bercerita, bahwa ia bermimpi melihat Ayahnya setelah dua tahun dari kematiannya. Dalam mimpinya ia melihat ayahnya memakai baju dari Aspal. Lalu Ia bertanya : “ Wahai Ayah, mengapa aku melihat Anda sebagai ahli neraka.” Sang Ayah menjawab, waspadalah Anda dari tipu daya nafsu.” Sebagaimana terungkap dalam Syair berikut ini :

“Aku diuji dengan empat hal yang kesemuanya membebaniku begitu berat dan mencelakakan aku. Yaitu Iblis, dunia, jiwa dan hawa nafsuku. Bagaimana keluar daripadanya, karena semuanya adalah musuhku.

Aku melihat bahwa nafsu selalu mengajak dan membisikkan kecendrungannya di dalam kegelapan syahwat dan pendapat.”

Hatim Al-Hasan berkata: “Nafsuku begitu ulet dan tangguh, ilmuku adalah pedangku, dosaku adalah kerugianku, setan adalah musuhku dan aku adalah orang yang mengkhianati diri sendiri.”

Seorang Ahli ma’rifat menceritakan bahwa Hatim menyatakan sesungguhnya jihad itu ada tiga macam, yaitu :

Jihad dalam menghadapi orang kafir. Ini merupakan jihad lahiriah, sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah swt. : “ Mereka berjihad di jalan Allah.” (QS. Al-Maidah : 54)
Jihad terhadap orang yang batil, dengan jalan memberikan pengertian dan menyertainya dengan argumentasi (hujjah). Sebagaimana yang dijelaskan daam fimran Allah swt. : “Dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An-Nahl : 125)
Jihad melawan hawa nafsu yang selalu memerintahkan untuk melakukan kejahatan. Allah swt. Berfirman : “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami.” (QS. Al-Ankabut : 69)

Nabi Muhammad saw. Bersabda : “Jihad yang paling utama adalah jihad melawan hawa nafsu.”

Para sahabat, ridhwanullahi ‘alaihim ketika pulang dari jihad melawan orang-orang kafir, mereka berkata: “ Kita telah kembali dari perang kecil menuju pada perang yang lebih besar.” Mereka menyatakan bahwa jihad menghadapi hawa nafsu dan syetan sebagai jihad yang besar. Karena jihad melawan orang-orang dalam medan pertempuran, hanya terjadi pada waktu tertentu saja, dan musuh yang dihadapi juga dapat terlihat dan dapat diketahui dengan jelas. Tetapi berperang melawan setan dan hawa nafsu, berarti mereka berperang melawan musuh yang tak dapat dilihat dan medannya pun tak terbatas. Dengan demikian berperang melawan musuh yang dapat dilihat dengan jelas tentu lebih mudah daripada menghadapi musuh yang tidak dapat dilihat.

Disamping itu, setan memiliki pembantu di dalam diri Anda, yaitu hawa nafsu, sedangkan orang kafir yang anda hadapi tidak memiliki pembantu di dalam diri Anda. Oleh sebab itu berperang melawan hawa nafsu merupakan perang yang spektakuler.

Ketika anda dpat membunuh dan mengalahkan orang kafir, berarti Anda meraih kemenangan dan mendapatkan harta rampasan perang. Dan jika orang kafir dapat membunuh Anda, maka Anda mati syahid dan mendapatkan balasan syurga. Tetapi anda tidak dapat membunuh syetan yan selalu melakukan perlawan terhadap Anda, dan apabila ternyata syetan dapat membunuh dan mengalahkan Anda, maka Anda menjadi terjatuh dalam siksaan Tuhan.

Sebagaimana disebutkan : “Barangsiapa yang kudanya terlepas dari tangannya dan lari meninggalkannya dalam medan pertempuran, maka kuda itu akan jatuh pada tangan orang-orang kafir yang menjadi musuh Anda. Tetapi ketika imannya yang terlepas dan lari meninggalkannya, maka Ia menjadi jatuh kedalam murka Tuhan Yang Maha Perkasa. Na’udzu billahi minhu.

Ketika seseorang terjatuh dalam kekuasaan orang-orang kafir, maka tangannya tidak terbelenggu pada lehernya, kakinya tidak diikat, perutnya tidak sampai lapar dan tidak pula telanjang tubuhnya. Tetapi apabila seseorang terjatuh dalam kemurkaan Allah. Maka wajahnya menjadi hitam pekat, tangannya terbelenggu dengan rantai pada lehernya, kakinya diikat dengan tali-tali neraka, makanan dan minumannya api dan pakaiannya pun juga dari api.”

Bab 4 Kitab MUKAASYAFATUL QULUB - Imam Al Ghazali

BAB 4 ANTARA RIYADHAH DAN KECENDERUNGAN NAFSU

Allah swt memberikan wahyu kepada Nabi Musa as. Dia berfirman: “Wahai Musa, bila anda ingin Aku lebih dekat denganmu, daripada antara perbincangan dengan lidahmu, bisikan hati dengan hatimu, nyawa dengan badanmu, sinar pengelihatan dengan matamu, dan antara kedekatan hubungan antara pendengaran dan telingamu, maka perbanyaklah membaca Shalawat atas Nabi Muhammad saw.”

Allah swt berfirman: “…. Dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)” (QS.Al-Hasyir:18)

Wahai manusia, ketahuilah bahwa nafsu yang selalu memerintahkan kepada Anda untuk melakukan kejahatan, sesungguhnya lebih memusuhi anda daripada Iblis. Kekuatan Iblis hingga mampu menguasai Anda, tiada lain karena pertolongan hawa nafsu dan kesenangan-kesenangannya yang menyesatkan. Oleh sebab itu, jangan sampai Anda tertipu oleh hawa nafsu, melalui angan-angan kosong, tipu daya dan bertindak lambat, santai dan bermalas malasan. Semua ajakan iblis adalah bathil, segala yang timbul dari doktrin dan perintahnya adalah tipu daya yang menyesatkan belaka. 

JIka anda senang dengan kemauan hawa nafsu dan mengikuti perintahnya, tentu anda akan celaka. Jika anda lengah dalam mengawasinya, tentu anda akan tenggelam dan jika anda lemah dala melakukan perlawanan terhadapnya, serta mengikuti saja kemauannya, tentu ia akan menyeret anda kedalam neraka. 

Nafsu bukanlah suatu yang dapat diarahkan menuju kebaikan. Dia adalah pangkal dari segala bencana dan sumber dari segala aib. Ia merupakan markas kekayaan iblis dan tempat berlindungnya setiap kejahatan yang tidak ada yang dapat mengetahui kecuali Allah swt yang menciptakanna. Karenanya, takutlah kepada Allah sesungguhnya allah maha mengathui apa yang kamu kerjakan.

Ketika seorang hamba berfikir tentang usianya yang telah berlalu demi kepentingan akhiratnya, maka pemkiran semacam itu, dapat membersihkan hati. Nabi saw bersabda: “Berfikir satu jam, lebih baik daripada beribadah satu tahun.” Demikian, sebagaimana disebutkan di dalam Tafsir Abu Laits.

Oleh sebab itu sudah seharusnya bagi orang yang berakal itu bertaubat dari dosa-sosanya yang telah lalu. Berfikir tentang hal-hal yang dapat mendekatkan diri kepada Allah swt dapat memupus angan-angan kosong, dan menjadikan selamat di perkampungan akhirat. Di samping itu, ia juga seharusnya segera bertaibat, ingat kepada Allah swt., meninggalkan larangan-larangan-Nya, dan bersabar untuk tidak mengikuti keinginan hawa nafsu. Nafsu itu ibarat berhala, maka barangsiapa yang mengabdi kepada nafsu, berarti dia mengadi kepada berhala. Tetapi barangsiapa yang mengabdi kepada Allah dengan penuh keikhlasan, berarti dia telah mengalahkan hawa nafsunya.

Ada sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa pada suatu ketika Malik bin Dinar berjalan di pasar Bashrah, ketika melihat buah tin ia menginginkannya. Maka dia melepas sendalnya dan diberikan kepada si penjual buah itu, sambil berkata:Ambilah sandal ini, dan berikan aku buah Tin sebagai gantinya.” Si penjual buah melihat sandal itu dan berkata:”Sandal ini tidak cukup untuk ditukar dengan satu buah pun.” Maka malik bin Dinar berlalu meninggalkannya. 

Lalu ada seseorang yang bertanya kepada si penjual buah itu:” Tidakkah kau engakau mengenal siapa dia?” “Tidak,” Jawab si penjual buah itu singkat. Kemudian dikatakan kepadanya:”Dia adalah Malik bin Dinar.” Mendengar jawaban itu, si penjual buah langsung memerintahkan kepada budak pelayannya agar segera menyusulnya dengan membawa sebuah bakul yang penuh dengan buah tin. Dia berkata kepadabudaknya:”Kalau dia mau menerima ini, maka kamu menjadi merdeka.”

Maka budak itu berlari-lari mengerjar Malik bin Dinar, ketika dapat menyusulnya ia berkata:” Tuan Terimalah ini dari saya.” Tetapi Malik bin Dinar menolaknya. Budak itu kembali berkata: ” Terimalah ini tuan, karena didalamnya terdapat kemerdekaanku.” Malik bin dinar menjawab: ” Kalau didalamnya terdapat kemerdekaanmu, didalamnya juga terdapat siksaanku.” Budak itu masih terus berusaha merayu dan membujuk Malik bin Dinar, tetapi ia berkara: ” Aku bersumpah, tidak akan menjual agama dengan buah tin itu, dan aku tidak akan memakannya sampai hari kiamat.”.

Diceritakan, bahwa ketika Malik Bin Dinar menderita sakit hingga menyebabkan kematiannya, dia menginginkan semangkok madu bercampur susu dan roti hangat. Kemudian datanglah seorang pelayan mengantarkannya dan menyajikan apa yang diinginkannya itu.

Ketika makan itu telah tersedia dihadapannya, ia mengambil dan melihatnya sesaat, lalu berkata: " Wahai nafsu, Anda telah bersabar (Untuk tidak memakannya) selama tiga puluh tahun, kini umurmu hanya tinggal sesaat saja, mengapa anda tidak mau bersabar.?" Lalu dia melepaskan tangannya dan berpaling dari makanan yang ada dalam mangkok itu, dia bersabar dalam menahan keinginannya dan tidak memakannya.

Sesaat setelah ia melepaskan dan berpaling dari makan itu, dia menghembuskan nafasnya (meninggal dunia).

Demikianlah kondisi para nabi dan wali dalam usahanya untuk mengendalikan hawa nafsunya. Mereka adalah orang-orang yang memegang teguh komitmen keimanannya dengan penuh kesabaran, merindukan Allah swt dan zuhud dalam kehidupannya.

Nabi sulaiman bin Daud berkata: " Sesungguhnya perjuangan seseorang untuk dapat mengalahkan hawa nafsunya adalah lebih berat daripada usaha seseorang untuk menaklukkan sebuah kota seorang diri."

Ali Bin Abi Thalib Karramallaahu wajahu berkata: " Tidaklah ada antara aku dan nafsuku, melainkan seperti seorang pengembala kambing. Ketika dia dapat menghalau dan mengumpulkan kambing-kambingnya dari satu arah, maka berpencarlah kambing-kambing itu dari arah yang lain. Barangsiapa yang dapat membunuh (mengendalikan) hawa nafsunya maka dia akan diselimuti dengan kafan rahmat dan dimakamkan dalam makam kemuliaan. Sementara orang yang membunuh hatinya, maka dia dibungkus dengan kafan laknat dan dikebumikan dalam makam siksaan."

Yahya bin Mu'adz Ar-Razi berkata:"Perangilah hawa nafsumu dengan melakukan kebaktian kepada Allah swt. dan berriyadhah. Riyadhah ialah sedikit tidur, sediki bicara dan sedikit makan serta bertahan dari gangguan manusia.

Sedikit tidur dapat membuat keinginan-keinginan hati menjadi baik, sedikit bicara menimbulkan keselamatan dari bahaya, dan bersabar dalam menghadapi gangguan manusia dapat mengantarkan untuk sampai pada derajat yang tinggi. Dan dengan sedikit makan akan melenyapkan kesenangan-kesenangan hawa nafsu."

Banyak makan dapat menyebabkan hati menjadi keras dan membatu serta nurnya lenyap.

Nur Hikmah akan memancar dari sebab lapar.

Sedangkan kekenyangan akan membuat jauh dari Allah swt.

Rasulullah saw. bersabda : "Terangilah hati Anda dengan lapar dan perangilah hawa nafsu Anda dengan lapar dan haus. Rajin-rajinlah untuk terus menerus mengetuk pinta syurga dengan lapar pula. Karena pahala menjalankan semua itu, laksana pahala orang yang berjihad dijalan Allah swt. Sesungguhnya tidak ada amal yang lebih dicintai Allah swt. daripada lapar dan haus. Sedangkan orang yang memenuhi perutnya (Kekenyangan) tidak akan dapat memasuki kerjaan langit dan kehilangan manisnya ibadah"